Berjumpa Gado gado Paling Lezat di Jakarta Selatan

- February 21, 2018 -

Teks & foto oleh Anggun Priambodo

Berjumpa gado gado pertama kali saat usiaku enam tahun (sesungguhnya aku lupa). Dia merupakan pesanan orang tuaku saat kita makan bersama di rumah makan yang ramai, aku ingat itu di kota kecil, Madiun. Kala itu aku dipesankan oleh mereka semangkuk soto ayam dan nasi. Ingatanku pada makanan yang bentuknya ramai dan warnanya meriah, karena ada sayuran segar, kentang, telur rebus, kerupuk, dan disiram bumbu kacang berwarna coklat muda. Dia lebih menarik, mungkin karena baru penampakannya, ketimbang pecel sayur yang sudah aku kenal betul sebelumnya. Dan memang pecel ala jawa timur juga jadi makanan favoritku. Perjumpaan kali pertama dengan gado gado itu tidak akan pernah aku lupakan. Aku jatuh cinta walau tidak tau rasanya bagaimana saat itu.

Dan kini hampir setiap minggunya aku selalu makan gado gado. Entah sudah berapa piring aku pernah makan. Oiya sepertinya memang antara pecel dan gado gado sudah seperti kembar siam, sulit memilih mana yang nomer satu dan nomer dua. Keduanya juara dunia.

Ini beberapa gado gado yang aku sempat dokumentasikan, karena memang baru terpikir untuk melakukannya. Sebuah penghormatan kepada jenis makanan yang satu ini.

Gado gado basement BlokM Square area Lapo Batak Karo


Dengan bumbu kacang mete tidak membuatnya jadi mahal, entah resep apa yang membuat dia dihargai dengan limabelas ribu rupiah sepiring munjung. Tanpa nasi dan lontong, karena sudah cukup besar porsinya. Oiya perutku memang kecil, jadi ukuran sepiring gado-gado sudah cukup. Jagung menjadi andalannya, dia begitu royal memberikannya.
Posisinya ada di Basement Blok M Square area Makanan Batak Karo dan Manado. Memang terbilang aneh mereka punya kios ini, ditambah menu jus terung belanda yang jadi andalannya juga. Penjualnya sepasang suami istri, yang kini sudah punya seorang wanita muda sebagai asistennya. Pelayanannya jadi makin cepat. Selesai makan pasti terasa kenyang sekali, walau tanpa nasi atau lontong. Buktikan sendiri akibatnya.

Gado gado Ciragil Mang Nanang


Ini di gerobak, dekat persimpangan yang ada jembatannya. Satu deretan memang dengan Ketoprak Ciragil. Jangan lupa gerobaknya warna hijau muda. Walau jualan di gerobak dorong, dan tempat makannya hanya di bangku kayu menghadap si abang, harga seporsinya tiga puluh lima ribu, polos tanpa lontong atau nasi. Dia juga berbumbu kacang mete. Porsinya tidak besar tapi cukup pas-pas saja juga. Lezat juga rasanya. Boleh mampir jika ada di sekitar sana. Tak lupa dia punya stempel yang dicap di bungkusannya buat yang mau dibawa pulang. Dia juga punya kerupuk putih dalam kaleng untuk kelengkapannya. Penjualnya seorang lelaki kekar. Tangan kanannya kuat dan terlatih sekali mengulek dengan jurus memutar. Sepertinya dialah Mang Nanang yang cekatan.

Gado gado Kari Umbi Panglima Polim

Dia masuk dalam jajaran menu Restoran Kari Umbi, meski dijual di gerobak yang diparkir permanen di halaman samping restoran itu. Rasanya agak ber-jahe dan ber-rempah-rempah, sedap deh pokoknya. Kerupuk warna merah dan emping jadi campurannya. Piringnya bermotif daun jati, serasa makan di hutan. Porsinya cukup mungil di mata, tapi tidak di perut. Harga seporsinya dua puluh lima ribu rupiah. Mereka juga punya kerupuk putih dalam kaleng biru yang diletakkannya di depan gerobak. Penjualnya seorang ibu-ibu usia hampir lima puluh tahun. Murah senyum dan cukup cepat pelayanannya.

Gado gado Yenny di Cinere

Gado gado super lezat, karena sayurannya sungguh segar. Dia punya jurus yang akurat untuk menyimpan sayuran di keranjang bambu dengan penutup kain lap basah. Mungkin bukan hanya itu jurusnya. Tapi kualitas sayurannya juga. Togenya bagus, segar deh. Kacang panjang dan labu siamnya juga segar. Tahu cina yang lembut dan besar. Cara yang paling jitu dengan membuktikan makan di sana memang. Sambel kacangnya sudah siap dalam toples, ada yang tidak pedas, sedang, hingga yang pedas. Tinggal diulek saja. Dengan kerupuk yang memikat, sebagai bagian akhir setelah ditaburi bawang goreng. Penjualnya sepasang kakek nenek, tinggal disebuah ruko bersama anak dan cucunya. Tentu jualannya di sebuah ruko itu. Dengan dekorasi foto-foto lawas mereka, juga foto pengunjung dan catatan kelezatan dari mereka. Porsinya besar sehingga dia suka menawarkan dengan porsi setengahnya, harga penuh tigapuluh lima ribu rupiah, porsi setengah dua puluh lima ribu rupiah. Jika kerupuknya kurang, mereka menyediakan kerupuk putih juga dalam kaleng biru. Dia juga punya menu andalan yang best, yakni ayam goreng dan nasi uduknya. Walau banyak juga yang pesan itu, tapi aku kesana hanya untuk gado-gadonya saja.

Gado gado Kebun Binatang Ragunan dekat Kandang Burung dan Ayam

Memang banyak warung makan di dalam Kebun Binatang Ragunan. Bentuknya juga mirip semua, dengan daftar menu yang banyak dalam spanduk, warungnya seragam berwarna merah lusuh, biasanya selalu ada kelapa muda di depan warungnya. Tapi untuk memperjelas yang ini ada dekat kandang burung dan ayam. Posisinya dalam satu barisan dia menempati yang paling ujung dekat kandang. Asiknya memang bisa makan sambil dengar suara satwa bertabrakan, ayam, burung, monyet, dan banyak lagi lainnya. Terbayangkan ini jadi sensasi tersendiri. Porsinya tidak besar, dan rasanya juga khas gado gado abang gerobak. Seporsinya lima belas ribu rupiah. Sekali lagi sensasi mendengarkan suara satwa sambil makan gado gado tidak akan ditemui di tempat lainnya. Kecuali kamu coba hal yang sama di kebun-kebun binatang atau masuk dalam kandangnya sekaligus di berbagai kesempatan yang kamu temui.

*artikel menyangkut makanan lainnya:
“Perjalanan ke Pune dengan Perut Kosong”